Senin, 08 Desember 2014

Renungan 7 Desember 2014

Persembahan
Mrk. 12 : 41 - 44
Pdt. Prof. DR. S.J. Sutjiono

Kisah persembahan seorang janda miskin ini hanya terdapat di Injil Markus dan Injil Lukas dan tidak terdapat di Injil Matius dan Yohanes.
Persembahan yang dimasukkan oleh janda miskin itu dipakai sebagai dana umum untuk pekerjaan Sosial Tanda Kasih dan kemurahan dinyatakan oleh orang-orang yang memberikan persembahannya. Orang miskin yang akan mendapat bagian dari dana ini. Sikap hati yang berbelas kasihan kepada orang-orang miskin sudah dinyatakan dalam bentuk persembahan.
Kita melihat dalam hidup Kornellius, bahwa doa dan persembahannya itu berkaitan erat. (Kis. 10:2, 3).

Persembahan kita harus sesuai dengan apa yang kita terima dari Tuhan (I Kor. 16:2).
Berkat Tuhan harus disalurkan untuk orang lain dan demi kemuliaan Tuhan.
Seperti perempuan janda di Zarfat yang menyalurkan berkat Tuhan yang hanya tinggal sedikit sekali. Dimakan lalu habis, tiada persediaan lagi. Tuhan membuat tanda ajaib. Tuhan tidak mempermalukan hambanya. Seringkali saluran air di Jakarta ini tidak mengalir. Berbau busuk. Air yang mengalir di pegunungan tidak henti-hentinya tidak berbau. Bersih dan jernih.
Biarlah kita memberikan persembahan kita sesuai dengan berkat Tuhan yang telah kita terima.

I. Penglihatan Tuhan Yesus
"Pada suatu kali Yesus duduk menghadapi peti persembahan dan memperhatikan bagaimana orang banyak memasukkan uang ke dalam peti itu. Banyak orang kaya memberi jumlah yang besar." (ay 41).
Tuhan Yesus melihat dan  memperhatikan hidup dan sikap kita. Bahkan di sini ada kaitan dengan persembahan. "Yesus duduk menghadapi peti persembahan". Seringkali kita beranggapan soal persembahan atau persoalan uang adalah persoalan jasmani.Tidak penting, yang penting adalah persoalan rohani. Kita lupa, bahwa kita masih hidup di dalam dunia ini. Kita masih membutuhkan uang. Hanya persoalannya : Apakah kita tamak akan uang atau uang itu kita pakai untuk diri kita sendiri atau kepentingan diri kita. Atau kita ada hati untuk mempersembahkannya bagi Tuhan dan pekerjaan-Nya, juga orang-orang miskin? Sebab jika kita tamak akan uang, bahaya ketamakan akan uang ialah menjadi akar segala kejahatan. Berarti uang itu menjadi dewa mamon yang disembah. Bagi orang yang tamak uang itu adalah segala-galanya dan menjadi berhala. Bagi dia, uang itu lebih dari Tuhan.
Nilai hidup baginya adalah uang. Maka uang menjadi tuan bagi dia. Seharusnya uang menjadi hamba, bukan menjadi tuan. Jika demikian halnya, benar pepatah yang berkata: "Uang adalah hamba yang baik, namun uang itu adalah tuan yang kejam." Maka itu tamak akan uang itu menjadi akar segala kejahatan. Ananias dan Sapira menjadi mayat di hadapan Rasul Petrus, sebab uang. Yudas Iskariot rela mengkhianati Gurunya dan mati gantung diri, sebab uang. Isteri Lot telah binasa menjadi tiang garam, sebab uang.
Banyak orang binasa, sebab uang. Tuhan mengajar kita tidak menjadi orang yang tamak akan uang. Ingat harta benda di dunia ini pinjaman belaka. Kalau kita mati dan meninggalkan dunia ini, satupun tidak akan kita bawa ke alam baka. Lahir telanjang, matipun telanjang.
Tuhan mengajar kita untuk memberi persembahan dan perpuluhan. Berkat dan bahagia orang yang memberi. Hanya yang menjadi persoalan : bagaimana kita memberi persembahan kita.
"Yesus memperhatikan bagaimana orang banyak memasukkan uang ke dalam peti itu." (ay 41)
"bagaimana", ini penting. Tuhan melihat sampai ke dalam hati dan batin kita.

...bersambung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.